Berdasarkan informasi yang dihimpun, biaya sewa tempat usaha yang dikenakan kepada pedagang berkisar antara Rp500.000 hingga Rp4.000.000 untuk masa sewa selama 14 hari. Ironisnya, pada pertemuan awal antara panitia dan pedagang, telah disepakati bahwa tarif sewa lapak tanpa tenda hanya sebesar Rp300.000. Namun menjelang pelaksanaan kegiatan, kebijakan tersebut berubah secara sepihak menjadi Rp500.000.
“Kami masyarakat kecil yang ingin menambah penghasilan merasa ditekan. Awalnya dalam rapat disepakati Rp300 ribu, tapi kemudian berubah. Saya diminta membayar Rp500 ribu, padahal hanya berjualan rokok,” ujar salah seorang pedagang yang enggan disebutkan namanya.
Tidak hanya pedagang musiman, pedagang harian yang biasa berdagang di area taman Pusat Pemerintahan Aceh Timur juga mengalami kenaikan biaya. Jika sebelumnya mereka dikenai tarif harian sebesar Rp5.000, saat ini mereka diminta membayar biaya mingguan sebesar Rp55.000, yang terdiri dari Rp5.000 per hari dan tambahan biaya mingguan sebesar Rp20.000.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah elemen masyarakat meminta aparat penegak hukum (APH) untuk melakukan audit terhadap anggaran penyelenggaraan kegiatan tersebut. Masyarakat mempertanyakan aliran dana hasil pungutan sewa lapak: apakah dana tersebut disetorkan ke kas daerah atau justru dikelola secara tidak transparan oleh pihak tertentu.
Jika dana tersebut masuk ke kas daerah, masyarakat mendesak agar laporan pemasukan dan pengeluaran diumumkan secara terbuka guna mencegah munculnya kecurigaan bahwa kegiatan ini hanya dimanfaatkan oleh segelintir pihak sebagai ajang komersialisasi yang merugikan masyarakat kecil.
“Pasar malam semestinya menjadi wadah pemerintah dalam memperkuat sektor ekonomi mikro dan pelaku usaha kecil. Jangan sampai kegiatan seperti ini malah menjadi beban baru bagi rakyat,” tutur seorang warga.
Menanggapi laporan masyarakat, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Aceh Timur, Iptu Adi Wahyu Nurhidayat, S.TrK., S.I.K., menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti dengan penyelidikan di lapangan.
“Kami akan melakukan penyelidikan terhadap laporan masyarakat. Apabila ditemukan adanya praktik pungutan liar (pungli) atau kutipan ilegal, maka akan kami tindak sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” tegasnya.
إرسال تعليق