Potensi Dunia, Perhatian Nol: Sabang Butuh Kebijakan, Bukan Wacana

JMN


JMNpost.com | BANDA ACEH – Direktur Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, S.H., menyampaikan seruan keras kepada Presiden Republik Indonesia agar tak lagi membiarkan Sabang jadi legenda tidur dalam narasi ekonomi nasional. Sabang, katanya, bukan sekadar titik di ujung peta, tapi seharusnya menjadi pusat ekonomi global sebagaimana dulu pernah dibayangkan.

“Letak Sabang itu strategis, di jantung Selat Malaka—jalur dagang paling sibuk di dunia. Tapi ironis, kapal-kapal dunia hanya lewat, tanpa alasan kuat untuk singgah,” ujar Nur.

Sekitar 96.000 kapal barang melewati selat tersebut setiap tahun, namun belum ada mekanisme konkret dari pemerintah untuk menjadikan Sabang sebagai pusat ekspor-impor atau pariwisata internasional.

Bagi Nur, potensi Sabang dan Aceh terlalu besar untuk dibiarkan begitu saja. Ia menyoroti kekayaan komoditas Aceh—mulai dari kopi Gayo, kelapa sawit, kakao, hingga produk perikanan seperti tuna, lobster, dan udang—yang punya peluang besar di pasar global, namun masih tertahan oleh lemahnya infrastruktur dan politik anggaran.

“Kita punya potensi, tapi negara belum punya niat. Sabang bisa jadi pintu gerbang ekonomi internasional, kalau pengelolaannya tidak hanya jadi bahan pidato seremonial,” tegasnya.

Forbina juga menyoroti langkah terobosan yang sedang digagas oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang berencana menggandeng investor asal Malaysia, dr. Fetrik, untuk membangun rumah sakit berteknologi tinggi di Aceh. Rumah sakit ini ditujukan untuk melayani kebutuhan kesehatan kru kapal dan turis asing, sekaligus memperkuat sektor kesehatan daerah yang kerap diabaikan.

“Ekonomi tak bisa berdiri sendiri. Kesehatan itu bagian dari ekosistem. Kalau kru kapal sakit, apa gunanya pelabuhan?” kata Nur dengan nada kritis.

Namun, semangat membangun itu justru terhambat oleh keputusan pemerintah pusat yang memangkas anggaran Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) hingga 62%. Forbina menilai kebijakan ini bukan hanya keliru, tapi juga mengkhianati semangat desentralisasi pembangunan.

“Pemerintah pusat harusnya menyalakan mesin, bukan mematikan daya. Anggaran itu bukan soal angka, tapi soal arah politik pembangunan,” tegasnya.

Forbina mendesak BPKS agar tidak hanya duduk pasrah menunggu kucuran dana, tapi aktif melakukan pendekatan politik dan diplomatik ke pusat. Karena menurut mereka, pembangunan Sabang bukan cuma soal Aceh, tapi soal kepentingan ekonomi nasional yang lebih luas.

“Sudah saatnya pemerintah berhenti memotong potensi dan mulai menanam harapan. Kami butuh Presiden yang hadir, bukan hanya dalam kunjungan kerja, tapi dalam kebijakan nyata,” tutup Nur.

Post a Comment

Previous Post Next Post