Opini
Oleh: MahdiPasar saham bisa anjlok, harga minyak bisa melonjak, nilai tukar bisa goyang—semua karena satu hal: Donald Trump buka mulut.
Bukan hal baru memang. Selama masa kepresidenannya dulu, Trump sudah membuktikan bahwa kata-katanya lebih cepat menggerakkan ekonomi dibandingkan kebijakan moneter bank sentral manapun. Kini, menjelang pemilu AS 2024, dunia kembali dibuat tegang oleh satu per satu pernyataan Trump yang bernada perang dagang, ancaman tarif, dan janji-janji ekonomi yang kontroversial.
Trump menyebut akan menaikkan tarif impor hingga 60% untuk barang dari China. “Akan memaksa perusahaan kembali ke Amerika,” katanya. Tapi sejarah menunjukkan sebaliknya. Yang kembali bukan perusahaan, tapi kenaikan harga barang konsumsi, beban pada UMKM, dan rasa tidak pasti bagi investor global.
Lucunya, setiap kali Trump bicara soal kemandirian ekonomi AS, pasar dunia yang justru merespons lebih dulu—dengan cara yang tidak menggembirakan. Wall Street melemah, investor di negara berkembang menarik modal, dan negara seperti Indonesia ikut terkena efek domino. Padahal, kita tak ada sangkut-paut langsung dengan tarif impor Amerika.
Hal serupa juga terjadi di Eropa dan Asia. Yen Jepang melemah, mata uang emerging markets goyah, dan indeks saham global cenderung bergerak negatif setiap kali Trump mengeluarkan pernyataan populis tentang ekonomi. Investor tidak menunggu kebijakan itu benar-benar dijalankan—mereka bereaksi terhadap potensinya, dan Trump paham betul cara memainkan potensi itu.
Inilah dunia hari ini: ekonomi global tergantung pada figur politik yang lebih lihai main opini ketimbang menyusun kebijakan terukur. Dan Trump adalah maestro-nya. Cuitannya bisa lebih mematikan dari data inflasi, dan pidatonya bisa lebih mengubah pasar daripada keputusan suku bunga The Fed.
Apa yang kita saksikan bukan sekadar pengaruh politik pada ekonomi. Ini adalah bentuk baru dari ekonomi berbasis narasi, di mana siapa yang bicara lebih kencang dan viral, dialah yang menentukan arah pasar.
Pertanyaannya: sampai kapan ekonomi dunia bergantung pada lidah politisi? Apakah kita tidak belajar dari empat tahun rollercoaster sebelumnya?
Atau mungkin, dunia memang diam-diam menyukai ketidakpastian. Karena di tengah gejolak dan drama, ada satu industri yang selalu untung: ketakutan.
Post a Comment