Unggah Sekali, Rugi Berkali-kali: Foto AI Bisa Jadi Malapetaka



JMNpost.com | Jakarta,
 – Tren penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mengedit dan membuat foto pribadi kini semakin populer di berbagai kalangan, terutama generasi muda. Namun, di balik kreativitas yang ditawarkan teknologi ini, pakar mengingatkan adanya potensi bahaya yang dapat mengancam privasi hingga keamanan data pribadi.

Banyak aplikasi dan situs berbasis AI saat ini menawarkan fitur menarik seperti mengubah wajah menjadi versi anime, memodifikasi usia, hingga menciptakan potret digital yang sangat realistis hanya dari satu foto. Meski terlihat menyenangkan, sejumlah risiko serius mulai menjadi perhatian.

“Foto pribadi yang diunggah ke aplikasi AI berisiko disalahgunakan, terutama jika pengguna tidak mengetahui bagaimana data mereka diproses dan disimpan,” ujar pakar keamanan digital, Tushkanov Permadi, dalam keterangannya, Minggu (6/4).

Ia menjelaskan bahwa beberapa platform AI menyimpan data biometrik seperti bentuk wajah dan ekspresi, yang bisa saja dipakai kembali untuk kepentingan komersial atau bahkan dijual ke pihak ketiga. Selain itu, ancaman deepfake juga semakin menguat, yakni manipulasi gambar atau video agar terlihat seperti nyata, padahal sepenuhnya palsu.

“Foto-foto itu bisa diedit tanpa izin untuk konten merugikan, seperti pornografi non-konsensual atau pencemaran nama baik,” tambah Tushkanov.

Selain risiko keamanan, penggunaan AI untuk membuat versi "ideal" dari wajah seseorang juga menimbulkan dampak psikologis, khususnya pada remaja. Standar kecantikan tidak realistis yang ditampilkan AI dinilai dapat menurunkan kepercayaan diri dan memicu gangguan citra tubuh.

Untuk itu, masyarakat diimbau lebih bijak dalam menggunakan aplikasi berbasis AI, khususnya yang meminta akses ke foto pribadi. Beberapa tips yang disarankan di antaranya adalah memilih aplikasi dari pengembang terpercaya, membaca syarat dan ketentuan dengan cermat, serta menghindari mengunggah foto yang terlalu pribadi.

“Teknologi ini memang menarik, tapi kita harus tetap kritis dan menjaga kendali atas identitas digital kita,” tutup Tushkanov.

 

Post a Comment

Previous Post Next Post